Kala Hati Lebih Tajam Dibanding Penglihatan
2022-05-20
Jemari Pak Imam lincah memegang stilus dan mengetuk-ketuk menekan stilus tersebut ke kertas karton yang dijepit oleh reglet. Saat itu, Pak Imam yang merupakan seorang penyandang disabilitas keterbatasan penglihatan, sedang menuliskan rencana sesi pengelolaan keuangan keluarga
. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pelatihan edukasi keuangan keluarga yang diadakan oleh ILO (International Labour Organisation) untuk para DPOs (Disability Persons Organisation), melalui joint UN disability project (UN Partnership to Promote the Rights of Persons with Disabilities) di Indonesia. Sebagai bagian dari rangkaian pelatihan yang ditargetkan untuk DPOs dan perwakilannya yang menangani keuangan dan administrasi, serta penganggaran, ILO akan mendukung peningkatan kemampuan dan ketrampilan melalui pelatihan TOT tentang Pendidikan keuangan. Setelah pelatihan, peserta pelatihan dari berbagai DPO akan dapat melatih anggota organisasinya sendiri baik di provinsi maupun di daerah tentang pendidikan keuangan, untuk memperkuat keseluruhan kapasitasnya dalam bidang ini.
Kembali ke Pak Imam, beliau merupakan penyandang disabilitas keterbatasan penglihatan, yang memiliki komitmen tinggi dan penuh semangat dalam mengikuti pelatihan tersebut. Beliau mempunyai keinginan yang tinggi untuk bisa menularkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat kepada para mitra dan sesama penyandang disabilitas keterbatasan penglihatan di daerahnya. Saat itu, meskipun waktu sudah beranjak malam, namun Pak Imam masih semangat mendengarkan saya membacakan modul, dan beliau dengan tekun mendengarkan sambil menulis rencana sesi dalam bentuk braille.
Saat ini diperkirakan 1,5% atau 4 juta penduduk Indonesia adalah penyandang keterbatasan penglihatan, baik sebagian ataupun penuh. Angka ini menunjukan bahwa Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan jumlah penduduk penyandang keterbatasan penglihatan terbesar di dunia. Sayangnya belum banyak akses program yang optimal untuk menyelesaikan isu sosial khususnya untuk penyandang keterbatasan penglihatan. Kalaupun ada program, lebih banyak menyentuh pelatihan vokasi yang terbatas pada pelatihan pijat dan musik. Bukan program tersebut tidak baik, namun anggapan bahwa tuna netra hanya bisa memijit dan menjadi pengamen, sudah menjadi pelabelan yang kuat di masyarakat.
Pak Imam dan organisanya berusaha memutus pelabelan tersebut dengan berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga mereka pun bisa naik kelas dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Diskriminasi dan pelabelan selama ini justru dijadikan motivasi untuk berbuat lebih baik. Toh manusia bisa bukan karena sudah sempurna, namun dari ketidaksempurnaan tersebut muncul usaha manusia untuk selalu belajar. Dan yang paling penting, bagaimana bisa bermanfaat untuk sesama.
Pada saat pelatihan tersebut, meskipun saya yang menjadi pelatih, namun saya yang belajar banyak dari Pak Imam. Tantangan yang dihadapi bukan menjadi alasan untuk berhenti dan mengeluh, namun menjadi motivasi dan energi positif untuk menjadi seseorang yang lebih baik.
Terima kasih Pak Imam. Salam hormat, sehat selalu ya Pak.
Penulis: Jimmy Febriyadi
Jimmy Febriyadi adalah salah satu pendiri INCREASE | Inclusive Creative Social Enterprise dan DEC | Disability Empowerment Centre – Mitra Sejahtera. Selama lebih dari 14 tahun terlibat dalam program pemberdayaan kelompok marginal dan rentan, terutama penyandang disabilitas, perempuan, pemuda, masyarakat adat dan pesisir.
